Senin, 09 April 2012

Palu Bisa Menjadi Pusat Budaya Sulawesi

Tari Pamonte [Rekor MURI]
foto: Antara
Kota Palu sangat potensial menjadi pusat budaya Sulawesi paling tidak karena dua alasan penting yakni keanekaragaman suku dan budaya penduduknya serta letak geografis yang strategis.

"Kota Palu ini terletak di jantung Sulawesi. Penduduknya juga sangat heterogen yang berasal dari berbagai suku di Sulawesi bahkan Indonesia dan mereka hidup rukun dan berdampingan sampai saat ini," kata Wakil Wali Kota Palu Mulhanan Tombnolotutu belum lama ini.


Palu sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah didiami penduduk dengan berbagai latar belakang suku yang berbeda, seperti Bugis, Toraja dan Mandar yang merupakan penduduk asli Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Selanjutnya ada pula Gorontalo, Manado, Jawa, Arab, Tionghoa, dan Kaili. Kaili merupakan suku terbesar di Sulawesi Tengah.

Dengan kondisi itu, katanya, Kota Palu seolah menjadi miniatur budaya Sulawesi yang terdiri atas enam provinsi ini. Semua penduduk asli di tiap provinsi di pulau berbentuk huruf ’K’ ini mudah dijumpai di Kota Palu.

Penduduk Kota Palu juga banyak yang berasal dari hasil pernikahan silang antarsuku sehingga menambah keanekaragaman budaya.

Selama bertahun-tahun masyarakat Kota Palu hidup rukun berdampingan dengan dilandasi perbedaan agama, suku, dan ras.

Masyarakat lokal menanam hasil bumi seperti buah-buahan, sayur dan aneka hasil hutan untuk selanjutnya diolah warga pendatang. Kondisi itu akhirnya terjadi hubungan yang saling membutuhkan dan menguntungkan hingga saat ini.

Meredam gejolak

Berbagai perbedaan itu tentu saja merupakan potensi konflik yang bisa terjadi kapan saja jika tidak dikelola secara arif dan bijaksana.

Banyak pihak tentu masih ingat konflik Poso yang terjadi belasan tahun silam yang masih menyisakan kepedihan mendalam bagi masyarakat.

Konflik komunal di Poso itu merenggut ratusan nyawa manusia serta ribuan rumah hangus dibakar bahkan, ribuan warga hingga saat ini masih mengungsi di luar Kabupaten Poso.

Konflik Poso tersebut bisa saja menular ke Kota Palu yang jaraknya mencapai 222 kilometer namun hingga saat ini tidak pernah terjadi konflik mengerikan di kota yang terdiri 43 kelurahan ini.

Konflik yang terjadi di Kota Palu hanya terjadi di kelompok dan daerah-daerah kecil yang bersifat lokal.

Secara keselurahan, penduduk Kota Palu yang berjumlah lebih 313 ribu jiwa tidak terpengaruh oleh konflik atau bentrokan antarwarga.

Seperti bentrok antarwarga di Kelurahan Nunu dan Kelurahan Tavanjuka beberapa waktu lalu tidak mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat sehari hari. Warga tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa.

Wakil Kepala Kepolisian RI Komjen Pol Nanan Soekarna saat berkunjung ke Palu baru-baru ini mengatakan secara keseluruhan keadaan Indonesia aman meskipun dia mengakui ada gangguan keamanan di sejumlah daerah.

Menurutnya, gangguan keamanan di sejumlah daerah itu, seperti di Kota Palu, telah diatasi dan tidak berdampak secara luas.

"Hanya pemberitaan di media saja yang seolah-olah menggambarkan konflik tersebut berdampak luas," ujar Nanan.

Mulhanan Tombolotutu menyatakan daerahnya aman dan kondusif. Aparat telah melakukan tugasnya dengan baik saat menjaga wilayahnya.

Pernyataan Mulhanan itu diperkuat dengan kondisi Kota Palu di malam hari. Saat malam tiba, terutama di saat libur, warga banyak mengunjungi pinggiran Teluk Palu sambil menikmati aneka menu tradisional kota ini, seperti Saraba, Kaledo atau jagung bakar.

Lebih lanjut Mulhanan mengatakan bahwa perkembangan investasi di Kota Palu juga terus berkembang, terbukti saat ini pembangunan tiga hotel berbintang sedang berlangsung. "Mana mau investor menanamkan modalnya jika Palu tidak aman," kata Tony, sapaan akrab Mulhanan Tombolotutu.

Kota Palu saat ini juga menjadi salah kawasan ekonomi khusus (KEK) di Indonesia bagian timur.

Berbagai persiapan untuk ditetapkan Kota Palu sebagai kawasan ekonomi khusus telah dilakukan, penyiapan lahan seluas 1.520 hektare di Kecamatan Palu Utara, yang meliputi Kelurahan Pantoloan, Baiya, dan Lambara.

Lahan seluas 1.520 hektare itu akan dibagi menjadi kawasan industri seluas 700 hektare, kawasan perumahan (500 hektare), kawasan pendidikan dan penelitian (100 hektare), kawasan komersial (100 hektare), daerah olahraga (50 hektare), kawasan pergudangan (50 hektare), kawasan perkebunan dan taman (20 hektare). "Semua itu sudah kita siapkan dan dapat dilihat langsung Dewan Nasional KEK, agar segera disetuji," kata Tony.

Lima dimensi

Sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, Palu memiliki keunggulan dan daya tarik sebagaimana daerah-daerah lainnya di Tanah Air.

Namun keunggulan Kota Palu terasa lebih unik dan menarik karena berbagai potensi keindahan alam bisa dilihat dari berbagai sudut pandang.

Olehnya, Kota Palu juga bisa disebut daerah dengan lima dimensi, yakni adanya teluk, laut, sungai, lembah dan gunung yang berada di dalam satu kesatuan.

Separuh wilayah Kota Palu dikitari pegunungan berikut lembah yang membentang dari barat ke timur. Selanjutnya Teluk Palu seluas 395 kilometer persegi melengkapi pemandangan kota seluas 395 kilometer persegi ini.

Sementara itu Sungai Palu yang memiliki panjang lebih 20 kilometer membelah Kota Palu menjadi dua bagian.

Saat ini, di muara Sungai Palu berdiri jembatan Palu IV yang menghubungkan Palu Barat dan Palu Timur.

Jembatan yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2006 ini juga menjadikan Kota Palu lebih dikenal di seluruh penjuru Nusantara.

Jembatan beton sepanjang 300 meter ini setiap hari selalu ramai dilalui masyarakat, terlebih lagi menjelang senja.  Warga menikmati pemandangan Teluk Palu sembari melintasi jembatan dengan pelan.

Kondisi aman Kota yang telah terjaga itu diharapkan terus bertahan dan bisa menular di 10 kabupaten lainnya yang ada di Sulawesi Tengah.

Tidak ada komentar: